Makna dan Urgensi Halal Bihalal dalam Tradisi Indonesia
CIREBON, IKMI.AC.ID – Dalam tradisi masyarakat Indonesia, istilah Halal Bihalal telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan hari raya Idul Fitri. Frasa ini sering kali diucapkan saat saling bersilaturahmi untuk mempererat tali persaudaraan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Namun, apakah sebenarnya makna mendalam dari halal bihalal, bagaimana sejarahnya, dan apa dasar syariat yang melandasinya? Artikel ini akan mengulas secara komprehensif tentang tradisi ini serta cara melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Istilah halal bihalal berasal dari bahasa Arab yang berarti “menghalalkan sesuatu dengan cara yang halal”. Secara sederhana, hal ini merujuk pada proses saling memaafkan antara individu atau kelompok untuk membersihkan hati dari dendam, rasa benci, atau kesalahan yang mungkin terjadi selama satu tahun terakhir. Tradisi ini merupakan bentuk konkret dari nilai-nilai Islam yang mengedepankan kebersihan hati, kerendahan hati, dan semangat persaudaraan.
Dalam konteks Indonesia, halal bihalal menjadi momen penting bagi umat Islam untuk bersilaturahmi, baik kepada keluarga, tetangga, maupun teman. Tradisi ini tidak hanya dilakukan secara personal, tetapi juga dalam skala lebih besar seperti acara kantor, organisasi, atau komunitas.
Tradisi halal bihalal diperkirakan mulai berkembang di Indonesia pada awal abad ke-20, terutama di kalangan pesantren dan masyarakat Jawa. Para ulama dan tokoh agama mencetuskan gagasan ini sebagai sarana untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) pasca-Idul Fitri. Pada masa itu, halal bihalal dilakukan dengan mengundang masyarakat untuk berkumpul, mendengarkan tausiyah, dan saling bermaaf-maafan.

Di era revolusi pada tahun 1948 tepatnya di pertengahan bulan Ramadhan, Bung Karno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara untuk dimintai pendapat dan sarannya dengan harapan dapat mengatasi situasi politik Indonesia yang tidak sehat kala itu. Kemudian Kiai Wahab Chasbullah memberi saran kepada Bung Karno untuk menyelenggarakan silaturahim. Sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, di mana seluruh umat Islam disunahkan bersilaturahim. Lalu Bung Karno menjawab, “silaturahim kan biasa, saya ingin istilah yang lain”. “Itu gampang,” kata Kiai Wahab. “Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturahim nanti kita pakai istilah halal bihalal,” jelas Kiai Wahab Chasbullah seperti riwayat yang diceritakan KH Masdar Farid Mas’udi. Dari saran Kiai Wahab Chasbullah itulah kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi nama halal bihalal. Akhirnya mereka bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa. Sejak saat itulah istilah halal bihalal gagasan Kiai Wahab lekat dengan tradisi umat Islam Indonesia pasca-lebaran hingga kini.
Tradisi ini kemudian menyebar ke berbagai daerah di Indonesia dan menjadi salah satu ciri khas budaya Islam Nusantara. Meskipun tidak ada dalil spesifik dalam Al-Qur’an atau Hadis yang menyebutkan istilah halal bihalal , nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sangat selaras dengan ajaran Islam.
Meskipun istilah halal bihalal adalah hasil adaptasi budaya, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya memiliki dasar kuat dalam Al-Qur’an dan Hadis:
- Perintah untuk Saling Memaafkan
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 10:
“Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”
Ayat ini menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antar-sesama, termasuk dengan cara saling memaafkan.
- Keutamaan Silaturahmi
Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tradisi halal bihalal menjadi salah satu wujud nyata dari silaturahmi yang dianjurkan dalam Islam.
- Membersihkan Hati dari Dendam
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat sebesar biji sawi rasa dendam kepada saudaranya.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, halal bihalal menjadi momentum untuk membersihkan hati dari segala bentuk permusuhan dan kebencian.
Bagaimana Melaksanakan Halal Bihalal dalam Kehidupan Sehari-hari?
Melaksanakan halal bihalal tidak harus menunggu momen Idul Fitri. Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut beberapa langkah praktis untuk melaksanakan halal bihalal :
- Menyadari Kesalahan Sendiri
Langkah pertama adalah menyadari bahwa kita sebagai manusia tidak luput dari kesalahan. Dengan kesadaran ini, kita akan lebih mudah meminta maaf kepada orang lain. - Meminta Maaf dengan Ikhlas
Ketika meminta maaf, lakukan dengan niat yang tulus tanpa rasa berat hati. Ucapkan permohonan maaf dengan rendah hati dan jujur. - Memberikan Maaf dengan Lapang Dada
Selain meminta maaf, kita juga harus siap memberikan maaf kepada orang lain. Hindari dendam atau rasa benci yang dapat merusak hubungan persaudaraan. - Menguatkan Hubungan dengan Silaturahmi
Luangkan waktu untuk bersilaturahmi dengan keluarga, teman, atau tetangga. Tidak hanya saat Idul Fitri, silaturahmi dapat dilakukan kapan saja sebagai bentuk pengamalan nilai-nilai halal bihalal . - Berbuat Baik Setelah Bermaaf-maafan
Setelah saling memaafkan, pastikan untuk menjaga hubungan baik dengan terus berbuat kebaikan. Hindari perilaku yang dapat menyakiti hati orang lain.
Tradisi halal bihalal adalah warisan budaya Islam Nusantara yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan sosial. Selain menjadi sarana untuk mempererat tali silaturahmi, tradisi ini juga mengajarkan pentingnya membersihkan hati dari segala bentuk permusuhan. Dengan memahami makna, sejarah, dan dasar syariat dari halal bihalal , kita dapat mengamalkan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita jadikan halal bihalal sebagai momentum untuk senantiasa memperbaiki diri dan membangun hubungan yang harmonis dengan sesama. (TIM REDAKSI)