Hari Pendidikan Nasional: Memperingati Perjuangan dan Menyongsong Era Teknologi

CIREBON, IKMI.AC.ID – Setiap tanggal 2 Mei, Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), momen penting untuk merefleksikan peran pendidikan dalam membangun bangsa. Peringatan ini tidak hanya menjadi simbol penghargaan terhadap jasa pahlawan pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara, tetapi juga ajakan untuk menghadapi tantangan pendidikan di era teknologi yang semakin dinamis.

Hardiknas lahir dari perjuangan panjang Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan yang dikenal sebagai “Bapak Pendidikan Nasional” Indonesia. Lahir pada 2 Mei 1889, ia mendirikan Taman Siswa , sebuah lembaga pendidikan yang membuka akses pendidikan bagi rakyat jelata pada masa penjajahan Belanda. Visinya yang luhur—pendidikan untuk semua—menjadi fondasi gerakan kebangkitan nasional.

ChatGPT Image

Pada 1959, Presiden Soekarno menetapkan 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional melalui Keputusan Presiden No. 315 Tahun 1959. Penetapan ini menggambarkan bahwa pendidikan adalah senjata utama dalam memerdekakan dan memajukan bangsa. Momentum ini menjadi pengingat akan pentingnya pendidikan dalam membangun karakter, keterampilan, dan keadilan sosial.

Pendidikan merupakan kunci untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) unggul. Selain mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan berperan dalam:

  1. Mengurangi Ketimpangan Sosial : Akses pendidikan yang merata dapat memutus rantai kemiskinan.
  2. Membentuk Warga Negara Kritis dan Berkarakter : Pendidikan mengajarkan nilai-nilai Pancasila, toleransi, dan tanggung jawab sosial.
  3. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi : SDM berkualitas menjadi tulang punggung inovasi dan produktivitas nasional.

Di tingkat global, pendidikan juga menjadi fokus dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030, khususnya target ke-4 tentang pendidikan berkualitas. Indonesia, dengan populasi muda yang besar, ditantang untuk meningkatkan mutu pendidikan agar tidak tertinggal dari negara tetangga.

Kehadiran teknologi dan Kecerdasan Buatan (AI) telah mengubah paradigma pendidikan. Pembelajaran tidak lagi terbatas pada ruang kelas, tetapi meluas ke platform digital seperti e-learning , aplikasi berbasis AI, dan metaverse. Namun, tantangan baru pun muncul:

  1. Adaptasi Kurikulum : Pendidikan harus mengintegrasikan keterampilan abad ke-21, seperti literasi digital, pemecahan masalah kreatif, dan pemahaman etika AI.
  2. Digital Divide : Akses internet dan infrastruktur teknologi belum merata, terutama di daerah terpencil.
  3. Ancaman Disinformasi : AI bisa dimanfaatkan untuk menyebarkan konten palsu, sehingga pendidikan kritis semakin penting.

Di sisi lain, AI juga membuka peluang besar. Misalnya, personalized learning memungkinkan siswa belajar sesuai kecepatan dan gaya masing-masing. Di Indonesia, pemerintah telah meluncurkan program seperti Merdeka Mengajar dan Digitalisasi Sekolah untuk mempercepat transformasi pendidikan.

Sebagai institusi pendidikan di Cirebon, IKMI (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Cirebon) turut serta dalam upaya mempersiapkan generasi emas Indonesia. Melalui program studi yang relevan dengan kebutuhan zaman, seperti Teknologi Pendidikan dan Pendidikan Matematika, IKMI berkomitmen untuk:

  • Menghasilkan pendidik yang mahir memanfaatkan teknologi.
  • Mengembangkan riset tentang pemanfaatan AI dalam pembelajaran.
  • Meningkatkan akses pendidikan berkualitas melalui kolaborasi dengan pemerintah dan swasta.

Hardiknas tahun ini mengingatkan kita bahwa pendidikan adalah investasi masa depan. Di tengah gelombang teknologi, kita tidak boleh lupa pada nilai-nilai luhur Ki Hajar Dewantura: pendidikan untuk keadilan, kemerdekaan, dan kemanusiaan. Dengan kolaborasi antar pemerintah, pendidik, dan masyarakat, Indonesia siap menjadi bangsa yang cerdas dan inovatif di tengah persaingan global.

Selamat Hari Pendidikan Nasional! Mari kita wujudkan pendidikan yang inklusif, berkualitas, dan berdaya saing di era AI!


Artikel ini ditulis oleh Redaksi IKMI Cirebon untuk memperingati Hardiknas 2025.
Sumber: Kemendikbud RI, UNDP Indonesia, dan Arsip Sejarah Nasional.

?>