Idul Fitri 1445 Hijriyah: Merayakan Kemenangan Pasca Puasa Ramadhan

CIREBON, IKMI.AC.ID – Suasana kegembiraan dan kekhusyukan dirasakan oleh umat muslim di Indonesia dalam menyambut hari kemenangan, Idul Fitri 1445 Hijriyah. Sebulan penuh umat Islam menjalani ibadah puasa Ramadhan, kini tibalah saatnya merayakan kesuksesan melewati bulan Ramadan dengan kedamaian dan keberkahan. Lebaran, atau lebih dikenal dengan Idul Fitri, bukan hanya momen bersenang-senang dan berlibur. Ia adalah momentum berharga yang mengajarkan keberanian dan ketekunan dalam menjalani ibadah, serta merayakan kemenangan atas diri sendiri dan kemampuan untuk mengendalikan hawa nafsu.

Lebaran juga mendorong makna kebersamaan dan solidaritas. Tradisi bersilaturahmi dan berkumpul dengan keluarga menjadi saat ideal untuk menjalin hubungan yang lebih erat dengan sesama. Ini mencerminkan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat yang kental di Indonesia.

Dr. Dadang Sudrajat, S.Si., M.Kom. – Ketua STMIK IKMI CIREBON

Contoh pentingnya silaturahmi dan berbagi kebaikan semakin terasa di hari Lebaran. Tradisi bersalam-salaman dan saling memaafkan menjadi pilar penting dalam menjaga keharmonisan hubungan antarindividu. Bersalam-salaman bukan hanya tindakan formal, melainkan juga mengandung makna keikhlasan dan keinginan untuk menyatukan hati. Menyampaikan permintaan maaf merupakan langkah mulia yang menghapuskan kesalahan di masa lalu dan membangun hubungan yang lebih baik ke depannya, sesuai dengan ajaran agama Islam.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133). Hadist Shahih juga mencatat pesan Rasulullah SAW tentang pentingnya memaafkan dan menyambung silaturahmi: “Barangsiapa yang tidak memberi maaf kepada manusia, niscaya Allah tidak akan memberi ampun kepadanya.” (HR. Al-Bukhari).

Masyarakat Indonesia secara tradisional menunjukkan kekuatan bersama dalam menyambut Lebaran. Di berbagai daerah, terlihat keramaian dan antusiasme masyarakat dalam merayakan Idul Fitri. Mulai dari saling berkunjung, bertukar salam, hingga menyantuni yang membutuhkan, semuanya menciptakan atmosfer kehangatan dan kebersamaan.

Dalam momen ini, marilah kita bersama-sama merenung tentang makna Lebaran yang sesungguhnya. Sebagai pelengkap, di hari yang suci ini, masyarakat Indonesia juga memiliki tradisi untuk mengucapkan “”Minal Aidin Wal Faidzin, taqabbalallahu minna wa minkum.” Ini adalah ucapan selamat Hari Raya Idul Fitri dalam bahasa Arab yang artinya kurang lebih adalah “Semoga kita semua termasuk orang-orang yang diterima amal ibadahnya, dan semoga Allah menerima dari kita semua.” Ucapan ini umumnya digunakan oleh umat Islam saat merayakan Idul Fitri untuk saling memberikan ucapan selamat dan doa kepada sesama. Tradisi ini menunjukkan semangat berbagi kebahagiaan dan memperkuat rasa persaudaraan dalam masyarakat.

Selamat Idul Fitri 1445 Hijriyah, semoga kesucian dan keberkahan Ramadan tetap terpatri dalam hati kita, dan semoga kita dapat terus menjaga silaturahmi serta kebersamaan di tengah-tengah masyarakat yang beragam ini.

Notes.

Perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait dengan penggunaan ucapan “Minal Aidin Wal Faidzin” pada Hari Raya Idul Fitri memang ada. Beberapa ulama yang mendukung penggunaannya sebagai ungkapan salam dan doa kebaikan, sementara yang lain mengkritiknya karena dianggap sebagai bida’ah (inovasi dalam agama) yang tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Sebagian ulama yang mendukung penggunaannya mengatakan bahwa ungkapan tersebut tidak memiliki makna syirik atau bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga dianggap boleh digunakan sebagai ungkapan kebahagiaan dan doa baik. Sementara itu, ulama yang menolak penggunaannya berpendapat bahwa kita seharusnya membatasi diri pada sunnah-sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan tidak menambahinya dengan sesuatu yang tidak diajarkan secara langsung.

Dalam hal ini, penting untuk diingat bahwa masalah seperti ini termasuk dalam ranah ijtihad atau penafsiran hukum Islam oleh ulama. Oleh karena itu, pendekatan yang bijak adalah menghormati perbedaan pendapat di antara ulama dan komunitas Muslim serta menjaga keharmonisan dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri. Jika seseorang merasa ragu atau ingin mengikuti pendapat ulama tertentu, sebaiknya mereka berkonsultasi dengan ulama yang dipercayai untuk mendapatkan nasihat lebih lanjut. (Dari berbagai sumber – RK)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *